Langsung ke konten utama

Mengenal Sejarah Kota Depok




Kota Depok di Provinsi Jawa Barat Indonesia ini, memiliki sejarah yang panjang. Meski baru ditetapkan sebagai kota (madya) pada tahun 1999, akan tetapi Kota Depok ternyata memiliki sejarah yang sangat jauh lebih tua dari itu.
Depok sudah dihuni manusia sejak zaman pra sejarah. Hal ini dibuktikan dari peninggalan arkeologis berupa Menhir, Pundek Berundak, Kapak Persegi, Kapak Batu dan lain-lain. Selanjutnya nama-nama wilayah di kota Depok dipengaruhi oleh nama sunda yang mengindikasikan Depok pernah menjadi wilayah Kerajaan Pasundan Pajajaran. Depok juga diketahui pernah menjadi daerah yang bersentuhan dengan Dakwah Kerajaan Islam zaman Fatahillah, Cirebon, Banten dan lain-lain. Kemudian Depok juga dikenal pernah menjadi wilayah tanah partikelir milik warga Belanda Cornelis Chastelein yang kemudian mewariskan tanahnya pada para budak nya asalkan mereka bersedia berpindah agama menjadi Kristen Protestan. Dan selama 350 tahun Depok menjadi pusat penyebaran agama Kristen protestan, dengan warga pribumi depok yang menjadi tuan rumah nya. Sehingga mereka dikenal sebagai Belanda Depok. Hingga masa penjajahan Jepang dan masa Kemerdekaan, Depok kemudian diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia yang membebaskan sistem tanah partikelir. Depok kemudian tumbuh menjadi wilayah administratif di bawah kabupaten Bogor, sampai kemudian berpisah menjadi kota(madya) yang mandiri pada tahun 1999.
Pada kajian tentang “Mengenal Sejarah Kota Depok ” ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai Sekilas LIntasan Sejarah Kota Depok sebagaimana disebutkan dalam lampiran Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 1999 tentang Hari Jadi dan Lambang Kota Depok, serta Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kota Depok..

MENGENAL SEJARAH KOTA DEPOK

Sejarah singkat Kota Depok dapat dibagi dalam beberapa fase, yaitu :

A.   Depok pada Zaman Prasejarah
Bahwa penemuan-penemuan benda bersejarah di wilayah Kota Depok menunjukkan bahwa Kota Depok telah berpenghuni sejak zaman prasejarah, hal ini terlihat dengan adanya penemuan ahli sejarah, peninggalan-peninggalan benda bersejarah di Depok dan sekitarnya antara lain Menhir “Gagang Golok”, Punden Berundak “Sumur Bandung”, Kapak Persegi dan Pahat Batu yang merupakan peninggalan zaman Megalit serta Paji Batu dan jenis Beliung Batu yang merupakan Peninggalan Zaman Neolit.

B.   Depok Pada Zaman Pajajaran
Pada akhir abad ke 15 Kerajaan Pajajaran diperintah oleh seorang raja yang diberi gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan yang lebih dikenal dengan gelar Prabu Siliwangi. Disepanjang sungai Ciliwung terdapat beberapa Kerajaan kecil yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran diantaranya adalah Kerajaan Muaraberes.    Kerajaan Muaraberes ini sangat penting artinya pada jaman Pajajaran, karena sampai karadenan terbentang benteng yang sangat kuat, sehingga mampu bertahan terhadap serangan pasukan Jayakarta yang dibantu oleh pasukan Demak, Cirebon dan Banten.
Depok berada + 13 kilo meter sebelah utara Muaraberes, jadi wajar apabila Depok dijadikan front terdepan buat tentara Jayakarta pada waktu berperang dengan Pajajaran. Untuk hal tersebut dapat dibuktikan dari:
1.    Masih terdapatnya nama-nama kampung / Desa yang mempergunakan bahasa Sunda, antara lain ; Parung Serab, Parung Belingbing, Parung Malela, Parung Bingung, Cisalak, Karang Anyar dan lain-lain.
2.    Di desa Nangerang dan Kawung Pandak sampai sekarang masyarakatnya masih mempergunakan bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-hari.
3.    Dr. N.J. Krom pernah menemukan cincin emas kuno peninggalan zaman Depok Pajajaran di Nangela, cincin emas tersebut sekarang tersimpan di Musium Jakarta.
4.    Pada tahun 1709 Abraham Van Riebeeck telah menemukan sebuah benteng kuno peninggalan jaman Pajajaran di Karadenan.

5.    Dirumah penduduk Kawung Pandak sampai sekarang masih ditemukan senjata-senjata kuno peninggalan Jaman Pajajaran.  Senjata-senjata ini mereka terima secara turun-temurun.

C.   Depok pada Zaman Islam
Pengaruh Islam di Depok diperkirakan ada setelah tahun 1527 dan Agama Islam di Depok berkembang bersamaan dengan perlawanan Banten terhadap VOC yang pada waktu itu berkedudukan di Batavia.  Hubungan Banten dan Cirebon setelah Jayakarta di rebut VOC harus melalui jalan darat, sebagai jalan pintas yang terdekat yaitu melalui Depok.
Karena itu tidaklah mengherankan kalau di Depok dan Sawangan banyak terdapat peninggalan-peninggalan tentara Banten, hal ini terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan berupa:
1.    Antara Perumnas Depok I dan Depok Utara terdapat  tempat yang disebut Kramat Beji, disekitar tempat tersebut terdapat 7 buah sumur yang berdiameter + 1 meter dan dibawah pohon beringin terdapat sebuah bangunan kecil yang selalu terkunci,  didalam bangunan terdapat banyak sekali senjata kuno, yaitu keris, tombak dan golok. Dari peninggalan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa orang-orang yang tinggal di lokasi tersebut bukanlah petani, tetapi tentara pada  jamannya.  Menurut keterangan kuncen Keramat Beji yang disampaikan secara turun temurun bahwa ditempat ini sering diadakan pertemuan antara Banten dan Cirebon. Jadi senjata tersebut merupakan peninggalan tentara Banten waktu melawan VOC dan ditempat semacam ini biasanya diadakan latihan bela diri dan pendidikan Agama yang sering disebut padepokan.  Jadi nama Depok kemungkinan besar berasal dari Padepokan Beji.
2.    Di Kawung Pandak (Karandenan) terdapat mesjid kuno, masjid ini merupakan masjid pertama di Bogor, bentuk masjid ini masih sesuai dengan bentuk aslinya walaupun telah beberapa kali direnovasi.  Menurut keterangan pengurusnya masjid ini dibangun oleh Raden Safei cucu Pangeran Sangiang, Pangeran Sangiang ini dalam sejarah bergelar Prabu Surawesesa, ia pernah jadi Raja Mandala di Muaraberes.  Dirumah-rumah penduduk disekitar masjid ini masih terdapat senjata-senjata peninggalan jaman Pajajaran, juga terdapat beberapa buah kujang.  Jadi masjid dibangun oleh tentara Pajajaran yang telah masuk Islam kurang lebih sekitar tahun 1550.  Lokasi Masjid ini dengan Bojonggede hanya terhalang oleh sungai Ciliwung. Jadi pengaruh Islam masuk di Bojonggede sudah cukup lama.
3.    Di Bojonggede terdapat makam Ratu Anti, nama sebenarnya Ratu Maemunah seorang prajurit Banten yang bertempur melawan tentara Pajajaran di Kedungjiwa.  Setelah perang selesai suaminya (Raden Pakpak) menyebarkan agama Islam di Priangan, sedangkan Ratu Anti sendiri menetap di Bojonggede sampai meninggal. Ratu Anti ini salah seorang yang menyebarkan Agama Islam di Bojonggede.

D.   Depok pada Zaman Kolonial
Depok dan wilayah Bogor menjadi wilayah kekuasaan VOC sejak tanggal 17 April 1684, yaitu sejak ditandatanganinya perjanjian antara Sultan Haji dari Banten dengan pihak VOC.  Pasal tiga pada perjanjian tersebut dinyatakan Cisadane sampai ke hulu menjadi batas wilayah Kesultanan Banten dengan wilayah kekuasaan VOC.  Perjanjian tersebut terpaksa harus diterima oleh Pangeran Haji sebagai akibat dari amibisi pribadinya yang tak terkendalikan untuk menjadi penguasa di Kesultanan Banten.  Disamping harus menyerahkan sebagian wilayah Banten kepada VOC sebagai upah atas bantuan VOC, Pangeran Haji Harus pula mengorbankan orang tuanya sendiri yaitu Sultan Ageng Tirtayasa dan saudara-saudaranya sendiri serta pahlawan-pahlawan Banten lainnya.
Sebelum VOC menarik keuntungan dari wilayahnya yang baru, terlebih dahulu VOC mengadakan survey pengenalan wilayah.  Ekspedisi yang pertama pada tahun 1687 dengan mengirim Werktroop dibawah pimpinan Letnan Tanu Jiwa (pendiri Kabupaten Bogor) dibantu oleh seorang bawahannya sersan Scipio.  Route yang ditempuh oleh ekspedisi yang pertama ini yaitu: Batavia, Meester Cornelis, Cipinang, Ciluar, Kedung Halang, Parung Angsana (Ibukota Kabupaten Bogor) sekarang bernama Tanah Baru.
Ekspedisi yang kedua tahun 1690 dibawah pimpinan Adolf Winker dengan Route sebagai berikut : Batavia, Cipinang, Cijantung, Kelapa Dua, Tanah Kapiten Muller, Tanah Kapiten Manggis, Tanah Bapak Buang, Cukumpay, Citeureup, Cikeas, Kedung Halang, Parung Angsana.
Yang ketiga kalinya merupakan perjalanan Dinas dari Abraham Van Riebeck selaku Inspektur Jenderal VOC pada tahun 1703.  Route yang ditempuhnya yaitu Batavia-Cililitan-Tanjung (Tanjung Barat)-Seringsing-Pondok  Cina-Depok-Pondok Pucung-Bojong  Manggis-Kedung Halang-Parung Angsana.
Pada tanggal 31 Desember 1799 VOC secara resmi dibubarkan, semua daerah yang telah direbut VOC dinyatakan menjadi daerah jajahan Belanda. Jadi sejak tahun 1800 terjadilah pemindahan Administrasi dari VOC kepada Pemerintah Belanda.
Pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels banyak tanah dipulau Jawa yang dijual kepada pihak swasta, muncullah tuan tanah-tuan tanah baru.  Disekitar Depok terdapat tuan tanah Pondok Cina, tuan tanah Mampang, tuan tanah Cinere, tuan tanah Citayem dan tuan tanah Bojonggede bagi rakyat mungkin tidak terlalu menderita tuan tanah itu hanya mengelola tanah miliknya sendiri.  Tetapi didaerah Bogor Utara ini tuan tanah itu juga diberi wewenang oleh pemerintah Hindia Belanda untuk memungut pajak sesuai dengan daerah yang telah ditentukan oleh Belanda.
Pada akhir abad ke-17 perdagangan rempah-rempah dari Indonesia di Eropa sudah mulai menurun.  Bagi perusahaan besar semacam VOC sudah tentu tanggap akan situasi ini.  Karena mulai dipikirkan Komoditi ekspor apa yang bisa dikembangkan di Indonesia. Salah satu alternatif diantaranya pengembangan Kopi dan Tebu.  Salah seorang diantaranya yang menjadi sponsor penanam Kopi dan Tebu ialah Cornelis Chastelein, untuk maksud itulah akhirnya Cornelis Chastelein sampai di Depok.
Pada tahun 1693 dibelinya tanah disekitar Senen, sekarang tanah tersebut diberi nama Weltervreden. Selanjutnya juga dibeli tanah disekitar Pintu Air dan lapangan Banteng. Kesemuanya tanah-tanah tersebut ditanami kopi dan tebu.  Di Weltervreden didirikannya kilang penggilingan tebu. Pada tanggal 15 Oktober 1695 dibelinya tanah di Lenteng Agung, di tempat inilah Cornelis Chastelein mendirikan rumah perisira-hatan.  Cornelis Chastelein membeli tanah disekitar Depok sekarang seluas 1.244 ha.
Berdasarkan peta yang terdapat pada lampiran Akta Mas Soerojo NO. 18 tanggal 4 Agustus 1952 tanah milik Cornelis Chastelein bisa diperinci sebagai berikut : Kelurahan Depok, Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Mampang sebelah selatan jalan, Kelurahan Rangkapan Jaya, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.
Untuk mengerjakan tanah depok Cornelis Chastelein membeli 200 orang budak dari Makasar dan Bali.  Jadi kemungkinan besar budak-budak yang dibawa oleh Cornelis Chastelin ke Depok terdiri atas pahlawan-pahlawan asal Makasar dan Bali.  Tetapi karena nama-namanya telah diganti sulit bagi kita untuk menelusuri siapa nenek moyang mereka sebenarnya. Hasil bumi dari Depok diangkut ke Batavia dengan mempergunakan perahu melalui Ciliwung.  Sebagai  pangkalan perahunya disekitar Jembatan Panus sekarang.  Sedangkan jalan tembus Batavia-Depok-Bogor baru ada pada waktu Gubernur Jenderal Daendels.  Hasil Bumi yang utama yaitu Kopi, buah-buahan dan Sayuran.
Cornelis Chastelein selain seorang pengusaha yang sukses juga seorang penganut Kristen Protestan yang fanatik sesuai dengan orang tuanya sendiri ANTHONIE CHALESTEIN. Untuk kepentingan pegawai-pegawainya dan budak-budaknya yang telah menganut agama Kristen Protestan dibuatlah sebuah Gereja dari Kayu.
Pada tanggal 13 Maret 1714 CORNELIS CHASTELEIN membuat testament yang isinya antara lain :
1.    Sebagian tanah milik Cornelis Chastelein ( yang diluar Depok) diberikan kepada anaknya dan anak angkatnya.
2.    Tanah depok seluas 1244 Ha.  Dihibahkan kepada budak-budaknya yang bersedia memeluk agama Kristen Protestan, dan mereka juga dibebaskan dari perbudakan.
3.    Di tanah Depok yang telah diterima oleh bekas budak-budak Cornelis Chastelein tidak boleh ada orang Cina dan Arab menginap (bertempat tinggal).
4.    Tanah Depok ini tidak boleh dijual kepada pihak ketiga, hanya boleh untuk kepentingan Keluarga dan untuk kepentingan Agama Kristen Protestan.
5.    Tidak boleh memperdagangkan Opium (candu).
Terbentuknya masyarakat di Depok masyarakat Kristen protestan yang diawali dengan 12 KK (fam) dengan nama-nama baru sebagai berikut :
BACAS, JACOB, ISAKH, JONATHANS, JOSEPH, LAURENS, LEANDER, LOEN, SAMUEL, SOEDIRA, THOLENSE dan ZADOKH.  Dari ke 12 fam itu hanya ZADOKH yang tidak ada kelanjutannya.
Setelah tanah depok sah pemilikanya berdasarkan hukum yaitu berdasarkan keputusan Pengadilan, para “ahli waris” Cornelis Chastelein mulai menata Depok dalam bentuk Pemerintahan sipil yang dinamakan Gemeente Bestur ( Pemerintahan Kota ) Depok.
Sikap Pemerintah Hindia Belanda terhadap Gemeente Bestur ini ngambang tidak mengesahkan juga tidak melarang (J.W. DE VRIES). Walaupun demikian Gemeente Bestur Depok ini berjalan terus melaksanakan tugasnya dengan baik.
Gemeente Bestur Depok dipimpin oleh seseorang Presiden (ketua), seorang sekretaris, seorang Bendahara dan beberapa orang anggota Dewan. Presiden dipilih untuk masa bakti 3 tahun sedangkan yang lainnya dipilih untuk masa bakti 2 tahun.  Yang berhak dipilih dan memilih hanya terbatas kepada keturunan dari  yang 12 fam (11 fan) sedangkan penduduk yang lainnya tidak diberi hak. Gemeente Bestur Depok berkantor ditempat sekarang dijadikan Rumah Sakit Harapan.
Di bidang agama Kristen Protestan dan pendidikan mendapat perhatian besar baik dari gemeente bestur maupun dari Pemerintah Hindia Belanda. Gereja yang pertama ada dibuat dari kayu sudah beberapa kali dipugar, akhirnya pada tahun 1854 dibangun Gereja yang permananen yang sampai sekarang masih dipergunakan.  Pada tahun 1878 didirikan Sekolah Injil yang pertama di Indonesia, alumni dari sekolah ini disebar ke seluruh Indonesia. Pada tahun 1926 Sekolah ini ditutup karena dianggap sudah tidak diperlukan lagi. Dengan hadirnya tentara Jepang di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1942 Praktis Gemeente Bestur Depok tidak berfungsi lagi sekalipun secara resminya belum membubarkan diri.  Begitu pula kekuasaan tuan tanah Pondok Cina, Mampang, Cinere, Citayam dan Bojonggede telah berakhir. Setelah penyerahan kedaulatan, tepatnya  pada tanggal 4 Agustus 1952 berdasarkan musyawarah serta dikuatkan Akte Notaris Soerojo No. 18 tertanggal 4 Agustus 1952 orang-orang Depok sebagai “Ahli Waris” Cornelis Chastelein bersedia membantu usaha Pemerintah RI untuk menghapus tanah-tanah partikulir.

E.   Depok pada Zaman Jepang
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, HEIHO dan PETA dibubarkan. Putra-putra HEIHO dan PETA kembali kekampungnya, mereka diperbolehkan membawa perlengkapan kecuali senjata, dengan diproklamasikannya Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 para pemuda Depok, pada khususnya bekas HEIHO dan PETA terpanggil hatinya untuk berjuang.  Pada bulan September 1945 diadakan rapat pertama kali yang bertempat di sebuah rumah di jalan Citayam (sekarang jalan Kartini) yang hadir pada waktu itu seorang bekas PETA (Tole Iskandar) 7 orang bekas HEIHO dan 13 orang pemuda Depok lainnya.
Pada rapat tersebut diputuskan dibentuk barisan Keamanan Depok yang keseluruhannya  berjumlah 21 orang dengan ketuanya (Komandan) Tole Iskandar.  Senjata yang dimiliki Barisan Keamanan ini 4 pucuk karaben Jepang sebagai rampasan dari Polisi Jepang yang bertugas di Depok.  Ke-21 orang inilah sebagai cikal bakal perjuangan di Depok.  Oleh Kolonel Samuan (salah satu team penyusun sejarah perjuangan di Bogor ke 21 orang ini diberi nama kelompok 21, yaitu :  TOLE ISKANDAR, ABDOELAH, SAIJAN, SAINAN, SINAN, SALAM A., NIRAN, SAIDI BOTJET, IDAN SAIJAN, TAMIN, JOESOEP, SALAM B., BAOENG, MAHROEP, MUHASIM, HASBI, RODJAK, TARIP, KOSIM, NADJID, MAMOEN.

F.    Terbentuknya Kota Administrasi Depok
Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada dalam lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) Wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 Perumahan mulai dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun Pengembang yang kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan jasa yang semakin pesat, sehingga diperlukan kecepatan pelayanan.
Pada tahun 1981 pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1981 yang peresmiannya diselenggarakan pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri Dalam Negeri (H.Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa, yaitu :
1.    Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu ; Desa Depok, Desa Depok Jaya, Desa Pancoran Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapanjaya, Desa Rangkapan jaya Baru.
2.    Kecamatan Beji, terdiri dari  5 (lima) Desa yaitu Desa Beji, Desa Kemirimuka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan.
3.    Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 6 (enam) Desa yaitu : Desa Mekarjaya, Desa Sukmajaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa Kalibaru, Desa Kalimulya.

Selama Kurun waktu 17 Tahun Kota Administratif Depok berkembang dengan pesat baik di bidang Pemerintahan, pembangunan dan Kemasyarakatan, Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berubah menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan, sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu :
1.    Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu kelurahancDepok, Kelurahan Depok jaya, Kelurahan Pancoran Mas, KelurahancMampang, Kelurahan Rangkapanjaya, Kelurahan Rangkapanjaya Baru.
2.    Kecamatan Beji, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji timur, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru.
3.    Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan yaitu Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Sukamaju, Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadijaya, Kelurahan Baktijaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jatimulya, Kelurahan Tirta Jaya.

G.   Terbentuknya Kota Depok
Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok ditingkatkan menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum.  Disisi lain Pemerintah Kabupaten Bogor bersama-sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat memperhatikan perkembangan tersebut, dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999, Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat Ii Depok, yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999 berbarengan dengan pelantikan Penjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok.
Momentum peresmian Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Pelantikan Penjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok dapat dijadikan suatu landasan yang bersejarah dan tepat untuk dijadikan Hari Jadi Kota Depok.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun  1999 Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Kota Administratif Depok terdiri dari 3 (tiga) kecamatan sebagaimana tersebut di atas dan ditambah dengan sebagian  wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu :
1.    Kecamatan Cimanggis yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa, yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Harjamukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Jatijajar, Desa Tapos, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung.
2.    Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa yaitu : Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojongsari, Desa Bojongsari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan, Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.
3.    Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa yaitu : Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
4.    Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojonggede, yaitu : Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya.

Dalam Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kota Depok, seluruh wilayah desa sudah berubah menjadi kelurahan dan dari 6 (enam) wilayah kecamatan di atas dimekarkan menjadi 11 (sebelas) kecamatan, kecuali kecamatan Beji yang tetap. Adapan uraian wilayah Kecamatan dan Kelurahan dalam wilayah Kota Depok meliputi :
1.    Kecamatan Beji;
2.    Kecamatan Pancoran Mas;
3.    Kecamatan Cipayung;
4.    Kecamatan Sukmajaya;
5.    Kecamatan Cilodong;
6.    Kecamatan Limo;
7.    Kecamatan Cinere;
8.    Kecamatan Cimanggis;
9.    Kecamatan Tapos;
10. Kecamatan Sawangan;dan
11. Kecamatan Bojongsari.

1.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Beji meliputi :
a.    Kelurahan Beji;
b.    Kelurahan Beji Timur;
c.    Kelurahan Kemiri Muka;
d.    Kelurahan Pondok Cina;
e.    Kelurahan Kukusan; dan
f.     Kelurahan Tanah Baru.
2.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Pancoran Mas meliputi :
a.    Kelurahan Pancoran Mas;
b.    Kelurahan Depok;
c.    Kelurahan Depok Jaya;
d.    Kelurahan Rangkapan Jaya;
e.    Kelurahan Rangkapan Jaya Baru;dan
f.     Kelurahan Mampang.
3.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Cipayung meliputi :
a.    Kelurahan Cipayung;
b.    Kelurahan Cipayung Jaya;
c.    Kelurahan Ratu Jaya;
d.    Kelurahan Bojong Pondok Terong; dan
e.    Kelurahan Pondok Jaya.
4.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Sukmajaya meliputi :
a.    Kelurahan Sukmajaya;
b.    Kelurahan Mekarjaya;
c.    Kelurahan Baktijaya;
d.    Kelurahan Abadijaya;
e.    Kelurahan Tirtajaya;dan
f.     Kelurahan Cisalak.
5.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Cilodong meliputi :
a.    Kelurahan Sukamaju;
b.    Kelurahan Cilodong;
c.    Kelurahan Kalibaru;
d.    Kelurahan Kalimulya;dan
e.    Kelurahan Jatimulya.
6.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Limo meliputi :
a.    Kelurahan Limo;
b.    Kelurahan Meruyung;
c.    Kelurahan Grogol;dan
d.    Kelurahan Krukut.
7.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Cinere meliputi :
a.    Kelurahan Cinere;
b.    Kelurahan Gandul;
c.    Kelurahan Pangkalan Jati; dan
d.    Kelurahan Pangkalan Jati Baru.
8.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Cimanggis meliputi :
a.    Kelurahan Cisalak Pasar;
b.    Kelurahan Mekarsari;
c.    Kelurahan Tugu;
d.    Kelurahan Pasir Gunung Selatan;
e.    Kelurahan Harjamukti; dan
f.     Kelurahan Curug.
9.    Wilayah kerja administrasi Kecamatan Tapos meliputi :
a.    Kelurahan Tapos;
b.    Kelurahan Leuwinanggung;
c.    Kelurahan Sukatani;
d.    Kelurahan Sukamaju Baru;
e.    Kelurahan Jatijajar;
f.     Kelurahan Cilangkap; dan
g.    Kelurahan Cimpaeun.
10. Wilayah kerja administrasi Kecamatan Sawangan meliputi :
a.    Kelurahan Sawangan;
b.    Kelurahan Kedaung;
c.    Kelurahan Cinangka;
d.    Kelurahan Sawangan Baru;
e.    Kelurahan Bedahan;
f.     Kelurahan Pengasinan; dan
g.    Kelurahan Pasir Putih.
11. Wilayah kerja administrasi Kecamatan Bojongsari meliputi :
a.    Kelurahan Bojongsari;
b.    Kelurahan Bojongsari Baru;
c.    Kelurahan Serua;
d.    Kelurahan Pondok Petir;
e.    Kelurahan Curug;
f.     Kelurahan Duren Mekar; dan
g.    Kelurahan Duren Seribu.

Pusat Pemerintahan Kecamatan ditetapkan sebagai berikut :
1.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Beji  berkedudukan di Kelurahan Beji;
2.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Pancoran Mas berkedudukan di Kelurahan Depok;
3.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Cipayung  berkedudukan di Kelurahan Cipayung;
4.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Sukmajaya  berkedudukan di Kelurahan Mekarjaya;
5.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Cilodong berkedudukan di Kelurahan Cilodong;
6.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Limo berkedudukan di Kelurahan Limo;
7.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Cinere berkedudukan di Kelurahan Cinere;
8.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Cimanggis  berkedudukan di Kelurahan Cisalak Pasar;
9.    Pusat Pemerintahan Kecamatan Tapos berkedudukan di Kelurahan Tapos;
10. Pusat Pemerintahan Kecamatan Sawangan  berkedudukan di Kelurahan Sawangan; dan
11. Pusat Pemerintahan Kecamatan Bojongsari  berkedudukan di Kelurahan Bojongsari.

PENUTUP
Demikian sekilas penjelasan tentang Sejarah Kota Depok, sebagaimana dijelaskan dalam lampiran Peraturan DPRD Nomor 1 Tahun 1999 tentang Hari Jadi dan Lambang Kota Depok dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 20007 tentang Pembentukan Kecamatan di Kota Depok. Masih banyak catatan sejarah ditulis oleh berbagai peneliti sejarah kota Depok yang belum dimasukkan dalam catatan ini. Sebagiannya menjadi pelengkap dan koreksi atas catatan sejarah di atas. Mungkin pada saatnya Pemerintah Kota Depok perlu mengkaji ulang lampiran Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 1999 ini untuk disesuaikan kembali dengan hasil-hasil penelitian yang lebih seksama dan akurat berkenaan dengan sejarah kota Depok. Hal ini penting dilakukan agar menjadi pelajaran bagi warga Depok khususnya para pelajar dan mahasiswa yang menjadi generasi penerus kepemimpinan di Kota Depok.

A.W.S.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Lambang Kota Depok

Setiap Daerah di Indonesia, baik Kota, Kabupaten maupun Provinsi, memiliki Lambang Daerah masing-masing. Lambang Daerah ini menjadi identitas bagi Daerah tersebut. Biasanya menggambarkan ciri khas atau hal-hal utama yang menggambarkan tentang daerahnya.

Mengenal Rencana Jangka Menengah Kota Depok Tahun 2011-2016

RPJM Daerah merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun yang berisi penjabaran dari visi, misi, dan program Walikota yang berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, RPJM Provinsi, kondisi lingkungan strategis di daerah, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJM Daerah periode sebelumnya . RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Organisasi Perangkat Daerah, lintas Organisasi Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Dalam kepemimpinan Walikota Depok periode 2011-2016, telah ditetapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun 2011-2016. Hal-hal yang diatur dalam Perda RPJMD Kota Depok Tahun 2011-2016 ini antara lain mengenai gambaran umum kondisi daerah kota Depok, Gambaran Pengel